Hukum Mengadopsikan Anak Kepada Orang Lain, Bolehkah ?
Karena merasa tidak mampu lagi menanggung biaya hidup, mereka akhirnya mengadopsikan sebagian putra-putri mereka kepada orang lain yang mampu atau kepada orang yang ingin memiliki anak. Baca juga : Hukum menghadiri acara pernikahan tidak tepat waktu.
www.tribunnews.com |
Hukum mengadopsikan anak kepada orang lain
Pertanyaan :
Bagaimana hukum mengadopsikan anak kepada orang lain ?
Pertimbangan :
Persoalan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan adalah problematika yang sangat komplek dan di alami hampir oleh setiap manusia. Apalagi bagi mereka yang telah memiliki tanggungan anak dan istri. Bukan hanya persoalan kesejahteraan hidup saja, namun hal ini juga terkait dengan hukum wajib memberi nafkah kepada mereka.
Biarpun Allah telah menjanjikan kecukupan rizki atas seluruh hambanya di bumi, namun sementara orang belum memahami dan menyadarinya. Hal ini sering kali mendorong seseorang menjadi permisif yaitu bersikap terbuka, bebas, bersikap tanpa aturan, dan menghalalkan segala cara. Lebih dari itu, tidak sedikit pula yang akhirnya lupa dengan tujuan manusia dicipta adalah untuk menyembah-Nya dan dunia hanyalah sarana.
Dalam pandangan fiqih, hukum adopsi anak diklasifikasikan atau dikelompokkan sebagai berikut :
- Jika adopsi anak diartikan sebagai pengakuan dan penetapan nasab, yakni mengasuh anak orang lain sekaligus menyambungkan nasab anak tersebut kepada orang tua asuhnya. Adopsi anak dengan pengertian demikian tidak diperbolehkan oleh syari`at Islam karena bisa mnyebabkan ketimpangan dan penyimpangan dalam menjalankan aturan syari`at Islam. Seperti pada persoalan mahrom, wali nikah, waris, dan sebagainya. Larangan ini berdasar pada Al-Qur`an surat Al-Ahzab ayat 4 yang artinya sebagai berikut :
"Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)". {Q.S. Al-Ahzab : 4}
- Jika adopsi dipahami dengan arti sekedar mengasuh anak dengan menafkahi dan mendidik, maka adopsi dengan arti demikian ini diperbolehkan. Dengan catatan, hal-hal yang dikhawatirkan di atas dapat dihindari.
Ada beberapa yang sangat perlu diperhatikan terkait dengan konsekuensi diperbolehkannya adopsi anak, antara lain :
- Anak asuh bukanlah muhrim bagi orang tua asuhnya, sehingga etika menutup aurat, bersentuhan kulit harus tetap di jaga.
- Tidak terdapat hukum waris antara keduanya, anank asuh tidak berhak mendapat waris dari orang tua asuhnya, begitu pula sebaliknya.
- Jika ank asuh adalah wanita, orang tua asuh tidak memiliki hak menikahkannya. Sebab, ia bukan wali nikah bagi anak asuhnya.
Demikian berbagai hal yang sangat perlu diperhatikan dalam konsep pelaksanaan adopsi anak. Hal demikian jangan dianggap sepele, karena sedikit keliru saja dapat berbuntut panjang pada persoalan-persoalan yang lainnya. Misalnya, jika orang tua asuh menikahkan gadis yang menjadi anak asuhnya, maka pernikahan tersebut hukumnya batal atau tidak sah. Dengan demikian hubungan badan yang dilakukan gadis menjadi zina, anak yang dilahirkan menjadi anak haram, dan begitu seterusnya.
Jawaban :
Hukum melakukan adopsi anak adalah diperbolehkan asalkan tidak menyambungkan nasab anak asuh kepada orang tua asuhnya. Sehingga tidak terjadi kekeliruan dan penyimpangan dalam beberapa hukum syari`at yang berkait dengan hubungan orang tua dan anak. Seperti persoalan mahrom, waris, dan wali nikah.
Itulah sedikit berbagi ilmu fiqih hasil bahtsul masail dari Pon-Pes Lirboyo, Kediri. Terima kasih sudah membaca tulisan tentang bagaimana hukum mengadopsikan anak kepada orang lain. Semoga bermanfaat. Wallahu A`lam.