-->

Hukum Mengonsumsi Obat Penunda atau Mempercepat Haid

Hukum Mengonsumsi Obat Penunda Haid, Bolehkah ? - Haid atau menstruasi merupakan suatu kodrat yang tidak bisa dihindari oleh setiap wanita. Hal ini beradasarkan dalil-dalil yang tertera dalam Al-Qur`an dan Hadits Nabu Muhammad salallahu `alaihi wasalam. Problem haid yang sangat beragam, rentan memunculkan fenomena yang perlu kita cermati bersama. Salah satu diantaranya yaitu mengenai hukum mengonsumsi berbagai obat untuk mempercepat atau menunda siklus haid.

Hukum Mengonsumsi Obat Penunda atau Mempercepat Haid
Obat Penunda dan Mempercepat Haid

Hukum mengonsumsi obat penunda atau mempercepat haid


Pertanyaan :
  1. Bagaiamana hukum mengonsumsi obat-obatan untuk memeprcepat atau menunda siklus haid ?
  2. Bagaimanakah status darah yang keluar karena pengaruh obat yang dikonsumsi ?

Pertimbangan :

Haid didefinisikan sebagai darah yang keluar dari pangkal rahim seorang wanita melalui vagina pada waktu-waktu tertentu, bukan karena penyakit atau karena pasca persalinan. Haid merupakan kodrat wanita yang telah digariskan oleh Allah subhanahu watta`ala.

Meski demikian, ada beberapa orang wanita yang selama hidupnya tidak pernah mengalami haid, seperti sayyidah Fatimah rodiyallahu `anhu, putri Rosulallah salallahu`alaihi wasallam. Keistimewaan yang dianugerahkan oleh Allah kepada beliau tidak lain untuk memberikan lebih banyak kesempatan dalam meraih pahala ketimbang kaum hawa yang lain. Sebab, dengan tidak pernah mengalami haid, kesempatan beribadah menjadi semakin luas. Oleh karenanya, Fatimah rodiyallahu `anhu menyandang gelar Az-Zahra (yang bersinar, bercahaya).

Islam sebagai agama yang sempurna terlihat lebih adil dan bijak dalam menyikapi tentang wanita haid. Saat haid, wanita tetap harus diperlakukan sebagaimana biasa, namun tidak diperkenankan sampai melakukan hubungan intim. Tidak seperti kaum yahudi, yang memperlakukan kaum wanita yang sedang haid dengan semena-mena. Begitu juga dengan kaum nasrani yang tetap menyetubuhi wanita saat sedang haid, mereka tidak memperdulikan bahwa haid itu kotor.

Karena dalam Al-Qur`an dan Hadits tidak ditemukan penjelasan tentang ketentuan status darah yang keluar tergolong haid atau tidak, maka Imam Syafi`i merumuskan waktu-waktu haid dengan cara mengadakan polling (Istiqra). Sampel yang di ambil sebagai objek adalah para wanita di beberapa tempat yang berbeda dan dengan tingkat ekonomi yang berbeda pula. Dari hasil penelitian ini, Imam Syafi`i mendapat kesimpulan data statistik sebagai berikut :
  • Minimal masa haid adalah sehari semalam
  • Maksimal masa haid adalah 15 hari 15 malam
  • Minimal masa pemisah antara dua haid adalah 15 hari 15 malam
  • Minimal usia wanita haid adalah 9 tahun kurang 16 hari kurang sedikit
  • Maksimal usia wanita bisa haid tidak terbatas

Dari kesimpulan data statistik tersebut, Imam Syafi`i merumuskan bahwa darah yang keluar dari alat kelamin wanita dapat dinamakan haid, jika :
  1. Keluar dari wanita yang telah berumur minimal 9 tahun kurang 16 hari kurang sedikit.
  2. Keluar selama 24 jam secara terus menerus atau terpisah-pisah dalam jangka waktu tidak lebih dari 15 hari.
  3. Darah keluar tidak melebihi jangka waktu 15 hari secara terus menerus.
  4. Telah terpisah dari haid sebelumnya dengan waktu pemisah minimal 15 hari 15 malam.
  5. Jika darah yang keluar tidak sesuai dengan syarat-syarat di atas, maka darah itu bukanlah darah haid melainkan darah fasad (istihadoh), dengan konsekuensi hukum yang berbeda dengan haid.

Karena ketentuan darah haid hanya memandang pada ketentuan waktu saja, maka mengenai penggunaan obat atau sejenisnya tidak menjadi pertimabangan. Asalkan keluar pada waktu ketentuan haid, maka bisa dipastikan bahwa darah itu adalah haid. Dengan kata lain, penggunaan obat-obat tersebut tidak mempengaruhi status darah yang keluar.

Namun demikian, sikap hati-hati dan waspada perlu kita kedepankan dalam persoalan konsumsi obat-obatan tersebut, jangan sampai menimbulkan efek negatif, seperti buruknya kondisi kesehatan rahim hingga berujung pada kemandulan ataupun penyakit kanker rahim, sehingga akan menjadi haram hukumnya.

Jawaban :

Hukum mengonsumsi obat-obatan tersebut adalah boleh, asalkan tidak menimbulkan efek negtif pada jiwa atau raga seseorang. Sedangkan status darah yang keluar berikut konsekuensi hukum yang ditimbulkan tetap sesuai pada ketentuan keluarnya darah. Artinya, bila darah keluar sesuai dengan syarat darah haid maka dinamakan haid, begitu juga dengan nifas. Konsumsi obat-obatan tersebut tidak mempengaruhi status darah yang keluar.

Itulah sedikit informasi tentang hukum mengonsumsi obat penunda atau mempercepat haid dari pesantren-id kali ini. Terima kasih, semoga bermanfaat. Jangan lupa share ya.


Sumber : Buku "Santri Lirboyo Menjawab".

0 komentar: