Hukum Mempercayai Janji Atau Ancaman Penerima SMS Momok Dan Menyebarkannya
Tanzilal ‘azizir rahim. Litundzira qauman ma undzira aba’uhum fahum ghafilun
"Kirim ayat surat Yasin ini minimal ke-10 orang, insya Allah 2 jam kemudian kamu akan mendengar kabar baik dan mendapatkan kebahagiaan. Demi Allah ini amanah dari Habib Muh bin Hasan Al-Athas Pekalongan. Mohon jangan dihapus sebelum disebarkan ke-10 orang. Jika tidak, kamu akan mendapatkan sesuatu yang tidak diinginkan".
Begitulah di antara kalimat WA/SMS gelap yang belakangan marak tersebar di pemilik hand phone. Pesan SMS/WA seperti ini banyak menimbulkan keresahan, karena di samping menjanjikan kejutan-kejutan atau kebahagiaan tak terduga, juga menimbulkan ketakutan-ketakutan psikologis karena dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat keramat seperti Rasulullah SAW, wali, habib, kyai, ayat-ayat Al-Qur’an, dan lainnya.
Sumber Gambar : bisnis com |
Fenomena seperti ini menyebabkan banyak masyarakat yang tergoda dengan "iming-iming atau khawatir dengan ancaman-ancaman" dalam SMS/WA, sehingga memilih berspekulasi "mencari keuntungan atau mencari selamat dengan menuruti perintah dalam SMS tersebut untuk menyebarkan kembali."
Pertanyaan:
- Bagaimana hukum mempercayai janji-janji atau ancaman-ancaman bagi penerima SMS seperti dalam deskripsi ?
- Bagaimana hukum menyebarkan kembali SMS/WA tersebut ?
- Haram, karena termasuk membenarkan sesuatu yang ghaib yang tidak ada dasarnya baik secara adat, akal atau syariat.
- Haram, karena menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya dan berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat.
Referensi :
Buraiqah Mahmudiyyah_ juz 1 hal. 274, Anwar Al Buruq_ juz 4 hal. 263, Al Fatawi Al Haditsiyyah_ juz 1 hal. 469, Fath Al Bari_ juz 1 Hal. 80, Faidl al Qadir_ juz 6 hal. 30, Fath Al ‘Aly_ juz 1 hal. 209, Buraiqah Mahmudiyyah_ juz 3 hal. 124, Faidl al Qadir_ juz 5 hal. 2, Az Zawajir “aniqtirafil Kaba-ir_ juz 2 hal. 169- 176, Al Fiqh Al Islami_ juz 4 hal. 388