-->

Hukum Aqiqoh Dan Qurban Untuk Orang Tua Yang Sudah Meniggal

Bolehkah Aqiqah dan Qurban Untuk Orang Tua yang Telah Meniggal ? - Pak Idam adalah seorang pengusaha yang sukses. Ketekunan yang tertanam dalam jiwa dan kepatuhan kepada orang tua telah mengantarkannya menjadi orang yang sukses di masa tuanya. Suatu ketika pak Idam mendengar cerita bahwa orang tuanya belum diaqiqohi. Sebagai putra yang berbakti kepada orang tuanya, pak Idam segera membeli kambing guna mengaqiqohi orang tuanya.

Hukum Aqiqoh Dan Qurban Untuk Orang Tua Yang Sudah Meniggal
Qurban, tanda cinta kepada Allah dan sesama


Hukum aqiqoh dan qurban untuk orang tua yang sudah meninggal


Pertanyaan :

  1. Bolehkah sebagai anak meng-aqiqohi orang tuanya yang sudah meninggal ?

Pertimbangan :

Aqiqoh adalah sunnah Rosul yang didefinisikan sebagai penyembelihan hewan dalam rangka penebusan seorang anak. Sebab, sebagaimana sabda Nabi Muhammad salallahu `alaihi wasalam, tubuh seorang anak itu tergadaikan sampai ia diaqiqahi.

Dari Hadits tersebut di atas yang di riwayatkan oleh Turmudzi, Imam Ahmad Ibn Hambal berkomentar bahwa anak yang tidak diaqiqahi padahal orang tuanya sudah mampu, kelak di hari kiamat tidak akan mampu memberikan syafaat kepadanya. Yang paling sempurna, aqiqah untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing yang telah berumur satu tahun. Sedangkan untuk anak perempuan cukup satu ekor kambing saja. Boleh satu ekor kambing untuk anak laki-laki, tetapi hal ini kurang sempurna.

Waktu disunnahkannya aqiqah adalah sejak kelahiran sang buah hati, sampai sang anak menginjak baligh. Namun, sangat utama jika aqiqah dilakukan pada hari ketujuh setelah bayi terlahir.

Jika anak telah menginjak baligh sebelum ia sempat diaqiqahi, maka orang tua tidak lagi menanggung beban aqiqah. Sebaliknya, beban kesunnahan aqiqah akan menjadi tanggungan anak tersebut. Sebab, setelah manusia menginjak usia baligh, maka seluruh beban ibadah akan dibebankan di pundaknya sendiri, bukan orang lain. Lihat Al-Qur`an surat An-Najm ayat 39.

Namun, dalam ayat tersebut tidak dapat membatasi seseorang untuk bisa ikut berpartisipasi dalam kelancaran ibadah orang lain. Dalam persoalan di atas misalnya, syara` memberikan kewenangan kepada seorang anak untuk mengaqiqahi orang tuanya yang belum terlaksana. Dengan catatan, pleksanaan aiqiah tersebut telah mendapat izin atau wasiat.

Sayyidina Ali rodiyallahu `anhu berkata : "Baginda Nabi pernah memerintahkanku untuk melakukan qurban untuknya dan aku melaksanakan qurban untuknya ". Dari kisah sayyidina Ali ini ulama menyimpulkan bahwa melaksanakan qurban untuk orang lain diperbolehkan asalkan telah mendapat izin atau wasiat darinya. Selanjutnya, ulama mencoba mengembangkan konklusi hukum demikian ini ke dalam persoalan aqiqah. Mengingat, qurban dan aqiqah memiliki banyak persamaan.

Bahkan, menurut Abu Hasan Al-`Ubadi melakukan qurban untuk mayit (orang meninggal) tidaklah harus mendapat wasiat darinya. Dengan tegas beliau memaparkan pahala qurban tetap akan sampai pada mayit. Beliau berargumen bahwa qurban adalah sedekah, untuk mengirimkan qurban pada orang lain tidak harus mendapatkan izin atau wasiat darinya. Begitupun halnya dengan masalah aqiqah.

Jawaban :

Meng-aqiqahi orang tua atau orang lain hukumnya boleh bila ada izin atau wasiat darinya. Bahkan, menurut Al-`Ubadi diperbolehkan meski tanpa wasiat darinya, sebagaimana dalam permasalahan qurban.


Itulah sedikit bahan referensi tentang hukum aqiqah dan qurban untuk orang tua yang sudah meninggal. Terima kasih sudah berkunjung di Pesantren-Id. Semoga bermanfaat dan jangan lupa share serta komentarnya.


Sumber : Buku "Santri Lirboyo Menjawab"

0 komentar: